Sebagaimana
telah disebutkan bahwa dalam pengaplikasian pendidikan terhadap anak
berkebutuhan khusus dibutuhkan bermacam modifikasi dan penyesuaian-penyesuaian
berdasarkan karakteristik kelainan yang disandang tiap-tiap anak tersebut. Hal
ini menjadi hal paling mendasar agar proses penyampaian pendidikan dapat tepat
sasaran.
Pemahaman
tentang karakteristik dan jenis kebutuhannya akan berperan penting dalam sukses
atau gagalnya proses penyampaian pendidikan bagi anak-anak yang tergolong
berkebutuhan khusus tersebut, karena sebagus apapun konsep pendidikannya, tanpa
adanya pemahaman tentang karakter anak tersebut maka akan menjadi sia-sia.
Berikut
adalah penguraian karakteristik yang dimiliki oleh anak-anak berkebutuhan
khusus berdasarkan jenis klasifikasinya masing-masing:
TUNA
NETRA
Adalah individu yang memiliki gangguan
dalam hal penglihatan dengan akurasi penglihatan kurang dari 6/60, yang
kemudian berdasarkan tingkatannya terklasifikasi ke dalam dua kelompok yaitu: Buta total dan Low vision
(masih dapat melihat namun dengan
penglihatan sangat minim).
Dengan
keterbatasan yang dimilikinya tersebut maka proses pembelajaran dapat
dimodifikasi dengan cara dialihkan melalui alat indera lain yang masih
berfungsi dengan baik, misalnya indra peraba (sentuhan kulit tangan) atau indra
pendengaran (telinga), dan di dalam prakteknya nanti dilakukan dengan memanfaatkan
bantuan media tambahan misalnya tulisan Braille, radio, gambar timbul, contoh
model atapun benda-benda yang bersifat nyata.
Begitu
pula dalam membantu penyandang Tuna Netra agar tetap dapat melakukan
aktivitasnya sehari-hari meskipun setelah berada di luar jam sekolah, Sekolah
Luar Biasa membekali mereka dengan pelajaran orientasi dan mobilitas yang isinya
berupa bimbingan pelajaran kepada mereka tentang bagaimana mengetahui tempat,
arah serta tentang bagaimana memanfaatkan tongkat.
Adapun
ciri-ciri anak yang teridentifikasi masuk ke dalam kelompok Tuna Netra antara
lain adalah: Tidak mampu melihat, tidak mampu mengenali orang pada jarak 6
meter, kerusakan nyata (fisikly) pada kedua bola mata terutama pada
bagian yang berwarna hitam (berwarna keruh/besisik/kering), sering tersandung ketika
berjalan, mengalami kesulitan ketika hendak mengambil benda kecil meskipun ada di
dekatnya.
TUNA
DAKSA
Adalah
individu yang memiliki kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang
diakibatkan oleh kecelakaan, sakit ataupun karena bawaan semenjak lahir. Dengan
adanya kelainan tersebut menyebabkan penyandang Tuna Daksa mengalami kesulitan
dalam bergerak, bahkan sampai pada tingkat mengalami kelumpuhan, baik itu
berupa kelumpuhan permanen maupun yang sifatnya temporer. Untuk menyandang Tuna
Daksa ini salah satu upaya penyembuhannya adalah dengan mengikuti terapi,
sehingga dalam proses pendidikannya pun sebaiknya agar lebih banyak dititikberatkan
atau ditekankan pada hal-hal atau kegiatan ada hubungannya dengan terapi atau
fisio therapy.
Adapun ciri-ciri anak
yang dapat dikelompokkan sebagai penyandang Tuna Daksa antara lain adalah: mengalami
kelainan pada bentuk anggota tubuh tubuhnya ataupun pada gerakan tubuhnya (contoh:
penderita folio), gerakan anggota tubuhnya terlihat kaku dan lemah, gerakannya tidak
sempurna, tidak lentur dan tidak terkendali, pada bagian-bagian tubuh tertentu
terlihat tidak lengkap, tidak sempurna atau lebih kecil dari biasa, jari tangan
terlihat kaku dan tidak dapat menggenggam, mengalami kesulitan pada saat
berdiri, berjalan atau bahkan pada saat duduk sehingga memperlihatkan sikap
tubuh tidak normal. Selain itu penyandang Tuna Daksa juga kerap kali memperlihatkan
sikap yang tidak tenang (terdapat kecenderungan hiperaktif)
TUNA
GANDA
Adalah
mereka yang perkembangan neurologist-nya terhambat disebabkan oleh satu
atau dua kombinasi kelainan dalam hal kemampuan seperti: intelegensi, gerak,
bahasa, atau hubungan pribadi di dalam masyarakat.
Untuk
kategori ini, penyandang-nya membutuhkan layanan pendidikan khusus yang berbeda
pada setiap kombinasiannya, misalnya, seorang anak mengalami Tuna Ganda berupa
hasil kombinasi antara kesulitan bergerak dan kesulitan dalam bersosialisasi,
maka tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi harus mencakup kedua hal tadi.
LEARNING
DISABILITIES (Kesulitan Belajar)
Kelompok ini terklasifikasi sebagai kelompok anak yang mengalami
gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan
orientasi, disfungsi minimal otak, dyslexia dan brain injury,
yang dengan terdapatnya gangguan-gangguan tersebut maka secara otomatis sudah
pasti akan berpengaruh pula pada kemampuan anak tersebut dalam memahami
pembicaraan, kesulitan membaca, dan menulis.
Adapun
ciri-ciri anak yang tergolong Learning Disabilities adalah: sering salah
ketika membaca kalimat, apabila diminta menyalin tulisan maka ia akan
mengerjakannya dengan waktu yang lama/lambat, jika menulis huruf suka terbalik
atau tertukar, misalnya menulis huruf “b” dengan “p”, atau “v” dengan “u”,
angka “9” dengan ”6” dan sebagainya, barisan tulisannya tidak lurus apabila
diminta menulis di atas kertas tidak bergaris, dan tidak mampu membedakan
tanda-tanda berhitung seperti: +, -, x, :, >, <, =
Dalam
menyikapi karakter anak yang masuk ke dalam kategori ini perlu dipahami
beberapa aspek-aspek penting yang di antaranya adalah:
1.
Pahami pentingnya membangun kemandirian
mereka.
2. Penting
bagi mereka untuk merasa dapat diterima dan dipahami oleh lingkungan sekitarnya.
Disini diperlukan fleksibilitas dari lingkungan tempat mereka berada, karena
dengan adanya fleksibilitas tersebut maka akan membantu dan memudahkan mereka
dalam beradaptasi.
3. Diperlukan
terciptanya stigma positif dari lingkungan tempat mereka berada. Dengan
demikian dibutuhkan peran dan tindakan konkret dari pemerintah di dalam
mengubah atau bahkan menghapus stigma negatif yang mungkin sudah terlanjur
melekat pada diri penyandang Learning Disabilities.
AUTIST
Autism
Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan oleh
adanya kerusakan pada jaringan otak, yang salah satu akibatnya adalah
terjadinya ketidakmampuan berbahasa yang kemudian akan berujung pada kesulitan
dalam berbicara dan berkomunikasi.
Adapun gejala-gejala anak penyandang autis antara lain dapat dilihat dari:
a.
Secara fisikly: mukanya kerap terlihat pucat,
pancaran matanya sayu dan muram.
b.
Secara sikap: senang tidur
bermalas-malasan, menyendiri, pendiam, kalau bicara nadanya monoton, hampir
tidak pernah bertanya dan hampir tidak pernah menunjukkan rasa takut
c.
Menunjukkan sikap antipati terhadap
lingkungan sekelilingnya dan cenderung terkesan asyik hanya dengan dunianya
sendiri.
Secara
umum anak Autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan
intelektual, Hal tersebut dapat dengan mudah dilihat dari perillakunya yang
terkesan ganjil serta tidak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
HIPERAKTIF
Hiperaktif
adalah suatu gejala atau symptoms yang terjadi sebagai akibat adanya faktor-faktor
brain damage, an emotional disturbance, a hearing deficit or
mental retardaction. Dewasa ini banyak kalangan medis masih
menyebut anak Hiperaktif dengan istilah attention deficit disorder (ADHD).
Kecenderungan yang terjadi terhadap anak yang memiliki sifat Hiperaktif adalah
hampir tidak pernah bisa diam, bahkan tidak jarang ia akan melakukan hal-hal
yang sifatnya spontanitas tanpa berfikir lebih dulu. Namun demikian terlepas
dari perilakunya tersebut, tidak jarang kelompok anak-anak Hiperaktif ini
memiliki tingkat kecerdasan yang mengagumkan.
Untuk
menghadapi tipikal anak seperti ini, salah satu cara yang paling tepat adalah
dengan menerapkan disiplin yang tinggi namun coba hindari sikap yang terkesan
otoriter atau berlebihan, karena yang terpenting dalam menghadapi perilaku anak
yang hiperaktif adalah dengan memberikannya kesabaran yang tinggi, gunakan tindakan-tindakan
persuasif dan juga bujukan halus disertai dengan penjelasan-penjelasan yang
dapat diterima akalnya, disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologisnya.
TUNA
RUNGU
Kategori penyandang Tuna Rungu terbagi
dalam 3 jenis yaitu: Conductive loss, Sensorineural loss dan Central
auditory processing disorder.
Conductive loss,
yaitu terjadinya gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat masuknya
gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.
Sensorineural loss,
yaitu terjadinya kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf auditer yang
mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak.
Central auditory processing disorder,
yaitu terjadinya gangguan pada sistem syaraf pusat proses auditer yang
mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya
meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang
mengalami gangguan pusat pem-proses-an auditer ini mungkin memiliki pendengaran
yang normal jika diukur dengan menggunakan audiometer, namun mereka sering mengalami
kesulitan dalam memahami apa yang didengarnya.
Dikarenakan
oleh adanya hambatan dalam pendengaran, upaya yang ditempuh demi menjalin
komunikasi dengan penyandang Tuna Rungu dilakukan dengan menggunakan bahasa
isyarat. Bisa menggunakan isyarat jari tangan (abjad jari) atau dengan bahasa
raut wajah dan gerak bibir. Selama ini yang kerap dilakukan adalah dengan
kombinasi ketiganya.
Untuk
penggunaan bahasa isyarat yang menggunakan abjad jari telah dipatenkan secara
internasional, namun untuk penggunaan isyarat bahasa sampai saat ini masih
berbeda-beda di tiap negara, hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan bahasa di
setiap negara.
Dan
dikarenakan pula bahwa setiap penyandang Tuna Rungu memiliki kesulitan dalam memahami
sesuatu yang bersifat abstrak, maka beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) pada saat
ini sedang berupaya mengembangkan cara berkomunikasi dengan mengkombinasikan
bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh.
INDIGO
Penyandang
Indigo memang kerap kali dianggap aneh di mata masyarakat dikarenakan
perilakunya yang tidak biasa dari perilaku umum. Istilah yang pertama kali
dipopulerkan oleh Nancy Ann Tape pada tahun 1980an ini umumnya memiliki
intelegensia tinggi terlihat dari rata-rata IQ-nya yang di atas 130. Namun dibalik
kelebihannya tersebut, kecenderungan anak-anak Indigo adalah suka menyendiri
dan sulit bersosialisasi, selain itu mereka juga cenderung bersifat sangat
tertutup (Introvert), sensitif, tidak memiliki kpribadian tetap, dan seringkali
tidak dapat mengendalikan emosi.
Satu
hal yang paling melekat pada diri anak Indigo adalah mereka memiliki kemampuan
spriritual yang sangat tinggi, bahkan berkat kemampuan spiritualnya tersebut,
mereka kerap kali mampu melihat masa depan dan masa lalu, satu fenomena yang
sangat jarang ditemui pada diri orang biasa, namun demikianlah kenyataannya.
Terlebih lagi hal-hal tersebut seringkali pada akhirnya didukung oleh
bukti-bukti nyata, sebagai contoh misalnya, seorang anak Indigo mengatakan
sesuatu akan terjadi, dan ternyata apa yang dikatakan oleh anak Indigo tersebut
memang benar-benar menjadi kenyataan.
Meskipun
sampai saat ini belum ada ilmu pengetahuan yang benar-benar memahami fenomena
Indigo, namun pada dasarnya karakter Indigo bukanlah sebuah gejala penyakit, namun
tetap dibutuhkan pembinaan khusus untuk mengembalikan kehidupan normalnya. Di
sini dibutuhkan peran besar terutama dari pihak orang tua, terutama dalam hal
mencukupi kebutuhan kasih sayang dan perhatian yang tulus terhadap anak-anak
Indigo tersebut.