BUTUH GURU LES PRIVAT UNTUK ANAK ANDA?
Setiap tahun momentum SNMPTN adalah momen
penting demi terbukanya salah satu pintu harapan untuk mengejar cita-cita dan
masa depan. Bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat, momentum ini seolah
sudah menjadi bagian krusial di dalam “karir” pendidikan mereka sekaligus kerap
dijadikan sebagai momen “pembuktian”. Seperti kita ketahui, untuk bisa menjadi
yang terpilih dan lolos seleksi masuk ke Perguruan Tinggi Negeri saja sudah merupakan
sebuah prestasi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan perbandingan
jumlah kursi yang disediakan oleh pemerintah di bangku Perguruan Tinggi Negeri
dan jumlah peminat yang mendaftar sudah dapat kita lihat dengan jelas bahwa
yang terpilih nantinya adalah benar-benar siswa unggulan, baik dalam hal
prestasi maupun dari segi kemampuan lainnya.
Namun begitu, di dalam kesempatan “emas”
ini ternyata masih kerap juga terjadi yang jika tidak mau disebut sebagai satu
kesalahan, anggap saja sebagai “kecerobohan”. Untuk lebih jelasnya tentang apa
yang dimaksud, kita ambil satu contoh, ada salah seorang siswa yang berhasil
lolos terpilih untuk duduk di salah satu PTN, namun belakangan setelah siswa
tersebut menjadi mahasiswa, justru ia baru menyadari bahwa pilihan jurusan yang
dimasukinya ternyata tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya, tidak sesuai
dengan minatnya, bakatnya dan akhirnya menyalahkan keputusannya dalam memilih
jurusan. Hal ini sudah pasti akan membawa pengaruh yang besar terhadap motivasi
mahasiswa tersebut dalam mengikuti masa perkuliahan selanjutnya. Motivasi yang
seharusnya terbangun untuk giat dan tekun belajar, belakangan justru memudar,
lalu muncul gejala-gejala disconcentration, yang ujung-ujungnya sudah
pasti akan sangat berbahaya terhadap kelangsungan pendidikan mahasiswa tersebut.
Banyak kasus-kasus seperti ini terjadi, dan
tidak jarang berakhir dengan kegagalan mahasiswa tersebut dalam menyelesaikan
kuliah, atau mungkin kuliah tetap berjalan namun tanpa hasil yang maksimal.
Banyak kerugian yang dihasilkan di sini, terutama waktu dan biaya yang terbuang.
Meskipun memang, bukan berarti kita dapat memukul rata bahwa semua yang
mengalami “kasus” semacam ini akan selalu berakhir dengan kegagalan, karena
banyak juga di antara mereka yang justru dapat melewati tahapan ini dan lalu berhasil
membuktikan kesuksesannya di bidang lain yang sesuai bakat dan minatnya.
Dari fenomena yang terjadi, ada baiknya
kita mengetahui terlebih dulu pangkal dari permasalahan ini. Ketika momentum
SNMPTN berlangsung, setiap siswa sudah pasti akan berupaya semaksimal mungkin
untuk menjadi salah satu yang terpilih. Terdapat beberapa kecenderungan di
dalam tahapan ini, terutama tahapan ketika memutuskan jurusan mana yang akan
diambil.
Kecenderungan pertama,
siswa memilih jurusan hanya berdasarkan favoritisme yang sudah terlanjur identik
dengan salah satu jurusan, misalnya karena jurusan tersebut merupakan jurusan
popular, banyak peminatnya dan dianggap bergengsi. Lalu tanpa berfikir panjang,
siswa tersebut langsung menetapkan jurusan tersebut sebagai pilihan. Tanpa
mempertimbangkan minat, bakatnya sendiri dan lebih ceroboh lagi jika ia juga
tidak menakar lebih dulu kemampuannya sendiri.
Kecenderungan kedua
adalah, siswa memutuskan memilih sebuah jurusan berdasarkan minat dan bakat
yang memang dimilikinya dan disertai pula oleh motivasi yang kuat dengan
keyakinan bahwa jurusan tersebut adalah jurusan yang tepat bagi dirinya demi
meraih cita-citanya, meski jurusan yang dipilihnya tersebut mungkin bukanlah
jurusan favorit.
Dan kecenderungan yang terakhir adalah seorang
memilih jurusan yang sebenarnya sama sekali bukan minatnya dan juga bukan
termasuk jurusan favorit, namun semata hanya demi pertimbangan agar bisa lolos
SNMPTN dan bisa kuliah di PTN. Sebagai contoh misalnya, seorang siswa
sebenarnya punya minat agar kuliah di jurusan Hubungan Internasional yang
bergengsi tinggi, namun karena tidak percaya diri untuk bisa lolos seleksi dan
diterima di jurusan tersebut, siswa tersebut lalu “banting stir” memilih
jurusan Sastra Daerah, yang jumlah peminatnya sedikit. Alasannya, yang penting asal
bisa lolos SNMPTN dan bisa kuliah di Perguruan Tinggi Negeri. Setidaknya dengan
kuliah di PTN maka gengsi dirinya di mata lingkungan akan naik, baik itu di lingkungan
teman-temannya maupun di lingkungan keluarga. Hal ini sudah tentu dapat
dikatakan sebagai suatu sikap yang ceroboh, karena tujuan utama kuliah adalah
untuk membekali diri dengan ilmu-ilmu yang harus dipelajari sesuai minat dan
bakatnya masing-masing, dan bukan oleh egoisme gengsi semata.
Berangkat dari ketiga kecenderungan di
atas, alangkah baiknya kita benar-benar teliti dalam mempertimbangkan dan
menetapkan pilihan jurusan apa yang hendak kita masuki. Karena salah atau
benarnya langkah kita di awal maka akan banyak memberikan pengaruh di langkah-langkah
kita selanjutnya. Amat disayangkan jika waktu dan biaya yang kita miliki hanya
menjadi terbuang percuma tanpa menghasilkan sesuatu yang maksimal dan berguna
bagi masa depan kita.