BUTUH GURU LES PRIVAT UNTUK ANAK ANDA?
Dalam
keseharian kita, bahkan semenjak kita mulai belajar berbicara sampai hari ini
kita hidup, kita hampir tidak pernah lepas sedikitpun dalam penggunaan bahasa
Indonesia sebagai alat untuk berinteraksi dengan sekitar kita. Namun ketika
kita sudah memasuki pendalaman studi tentang bahasa Indonesia di dalam
kurikulum sekolah atau bahkan di dalam mata kuliah, yang terjadi adalah, hampir
sebagian besar justru memperoleh nilai yang di bawah rata-rata. Pertanyaannya
adalah, Why?
Mengomentari
hal tersebut, Pakar Sosiolinguistik, Prof. Fathur Rokhman mengatakan seharusnya
orientasi pembelajaran bahasa Indonesia yang diterapkan dalam kurikulum sekolah
lebih di arahkan lagi pada model pembelajaran Bahasa Indonesia yang komunikatif
dan bermakna, bukan pada model grammatikal.
“Dalam
konteks ini, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menerapkan varian kosa kata
dengan menggunakan contoh atau illustrasi yang sesuai dengan situasi
pemakaiannya, agar peserta didik terbiasa berbahasa Indonesia dengan baik.”
tambah Fathur.
Sejalan
dengan apa yang diutarakan Fathur Rokhman, Dewi “Dee” Lestari, seorang penulis,
mengutarakan sebuah alternative cara untuk lebih memudahkan dalam mempelajari
bahasa Indonesia, yaitu melalui novel atau pun karya-karya sastra fiksi, karena
novel atau fiksi adalah medium yang sangat efektif untuk pengembangan bahasa.
Formatnya yang popular akan disukai banyak orang.
Dee
juga menambahkan, di dalam novel-novelnya, ia tidak hanya berusaha memasukan
bahasa yang baik dan benar, namun ia juga melakukan pendalaman bahasa dalam
setiap karya-karyanya sehingga pembaca bukan hanya sekadar tahu karangannya,
namun secara implicit, pembaca pun akan mengetahui beberapa teknik
berbahasa.
"Dalam
berkisah pasti kita berbahasa. Pembaca pun berarti belajar bahasa. Oleh karena
itu penggunaan bahasa yang bagus akan mendapatkan nilai pembelajaran bagi
pembacanya, tapi tanpa menggurui tentu saja," ujar Dee dalam suatu
kesempatan ketika ia menerima penghargaan Bulan Bahasa untuk buku kumpulan
cerita 'Madre' di Balai Bahasa, Jakarta.
Ditambahkan
lagi oleh Prof. Fathur Rokhman, yang juga menjabat sebagai Pembantu Rektor Bidang
Pengembangan dan Kerjasama Universitas Negeri Semarang bahwa dalam hal ini
posisi guru seharusnya lebih menunjukkan perannya lagi, bisa dengan cara memberikan
tugas menulis, memahami bacaan, atau dengan cara bercerita menggunakan
imajinasi, dan lain sebagainya.