BUTUH GURU KE RUMAH UNTUK ANAK ANDA?
Dalam seleksi nasional masuk Perguruan
Tinggi Negeri tahun 2013 ini, panitia SNMPTN memberlakukan ketentuan dimana
setiap siswa hanya berhak memilih maksimal sebanyak dua PTN. Ketentuan ini
dirasakan memberatkan bagi sebagian besar siswa yang berasal dari daerah di
luar Jawa, dikarenakan ketentuan tersebut juga mempersyaratkan bahwa setiap pelamar
yang hendak mendaftar ke dalam dua PTN, salah satu PTN yang dituju harus berada
di dalam wilayah propinsi yang sama dengan asal sekolah. Terkecuali, jika siswa
tersebut hanya mendaftarkan diri ke dalam satu PTN pilihan saja, maka siswa
tersebut akan diberikan kebebasan untuk memilih PTN manapun dan di daerah
manapun yang diminati.
Diberlakukannya ketentuan ini dinilai
tidak fair karena mengingat jumlah PTN yang tersedia pada saat ini tidak
tersebar merata di semua propinsi. Berdasarkan data-data yang ada, diketahui,
ada propinsi yang di dalam wilayahnya hanya memiliki satu Perguruan Tinggi
Negeri saja, seperti misalnya di Sulawesi Tenggara. Di dalam propinsi tersebut hanya
memiliki 1 Universitas Negeri saja yaitu Universitas Haluoleo di Kendari. Atau contoh
lain di Banten misalnya, jumlah siswa kelas XII SMA yang tercatat berjumlah sekitar
58.000 orang. Namun sebagai akibat adanya ketentuan SNMPTN yang baru
diberlakukan pada tahun 2013 ini, bisa dibayangkan bahwa kelak kesempatan yang
mereka miliki hanya akan tertumpuk di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa saja, sebuah
universitas swasta yang dulunya merupakan universitas swasta sebelum akhirnya di-transformasi-kan
menjadi universitas negeri pada tahun 2001.
Lain halnya dengan peluang yang dimiliki
oleh siswa-siswa dari kedua propinsi yang telah disebutkan di atas, kesempatan
bagi para siswa yang bersekolah di propinsi-propinsi di Jawa untuk dapat
mengenyam pendidikan tinggi di PTN justru jauh lebih besar, mengingat jumlah
Perguruan Tinggi Negeri yang tersedia di Jawa lebih banyak, beragam dan
variatif. Sebagai salah satu contoh misalnya, untuk di daerah Jawa Timur saja,
jumlah PTN yang tersedia di sana berjumlah sembilan buah. Dari perbandingan ini
saja sudah terlihat jelas adanya “kepincangan” dalam meraih peluang, dan kondisi
inilah yang bagi sebagian kalangan dinilai tidak fair.
Berbeda dengan pandangan dan pendapat
sebagian kalangan yang bersikap kontra, di sisi lain, alasan dari dikeluarkannya
kebijakan tersebut adalah sebagai upaya untuk menyebar ratakan jumlah mahasiswa
yang terpilih nanti agar dapat tersebar merata di seluruh PTN yang terdapat di
Indonesia dan dari sini diharapkan pula, sedikit demi sedikit akan dapat
mengurangi kecenderungan seperti yang terjadi selama ini dimana kebanyakan
minat dari siswa peserta hanya terfokus pada PTN favorit saja. Alangkah
sayangnya jika jumlah fasilitas PTN yang telah disediakan oleh pemerintah
justru menjadi tidak termanfaatkan hanya karena proses “pendistribusian”
mahasiswa yang tidak tersebar merata. Sebagai tambahan informasi, jumlah
Perguruan Tinggi Negeri yang ditawarkan pemerintah saat ini tercatat sebanyak
61 PTN dengan lokasi yang tersebar di berbagai propinsi di Indonesia.
Seperti yang dijelaskan Akhmaloka, “bahwa
sebenarnya potensi siswa untuk ikut mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi
Negeri berpeluang cukup besar, namun justru siswa itu sendirilah yang
seolah-olah tidak memanfaatkan peluang yang tersedia karena adanya kecenderungan
selama ini dimana kebanyakan siswa hanya terfokus pada PTN-PTN favorit dan papan
atas yang terdapat di kota-kota besar saja. Sementara kesempatan yang sebenarnya
mereka miliki dan sudah seharusnya mereka manfaatkan untuk dapat mengenyam
bangku kuliah PTN di daerah mereka sendiri justru malah seringkali diabaikan.”