Sabtu

PRO KONTRA RSBI DARI SUDUT PANDANG KONSEPTUAL



PERLU GURU LES PRIVAT UNTUK ANAK ANDA?

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau disingkat RSBI, adalah suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.



Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dalam pelaksanaan pendidikannya mengacu pada kurikulum Standar Nasional Pendidikan Indonesia dengan diperkaya oleh muatan-muatan pelajaran hasil adaptasi dari kurikulum negara lain yang memiliki keunggulan di dalam bidang pendidikan, terutama dari negara-negara yang termasuk anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) sehingga kelak diharapkan akan menghasilkan lulusan dengan standar kompetensi berkualitas internasional.


Dalam pengaplikasiannya, proses pendidikan yang diterapkan di sekolah RSBI tidak hanya memposisikan guru sebagai pihak yang mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada siswa dengan format satu arah, melainkan guru juga akan mengajak serta siswa-siswanya untuk bersama-samaterlibat aktif dalam mencari pemahaman atas ilmu yang sedang dipelajari, sehingga secara otomatis akan membentuk pola belajar dua arah, mengacu pada 5 pilar pendidikan yaitu: religious awareness, learning to know, learning to do, learning to be, and learning how to live together.



Namun demikian, setelah pelaksanaannya, pencapaian dari program ini ternyata tidak sesuai dengan harapan, karena fakta-fakta di lapangan justru menunjukkan bahwa program ini tidak tepat sasaran dan tujuan.


Seperti yang diutarakan oleh Satria Dharma, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), menurutnya RSBI harus dievaluasi, diredefinisi dan bahkan harus dihentikan karena konsepnya buruk dimana program tersebut tidak dirumuskan berdasarkan hasil riset yang lengkap.

Salah satu contoh buruknya konsep tersebut dapat dilihat dari penetapan bahasa pengantar pendidikannya yang mewajibkan para guru harus menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris. Menurut Satria, ini merupakan kesalahan konsep yang cukup fatal, dan ini terbukti dengan justru meningkatnya angka ketidaklulusan siswa yang berasal dari sekolah RSBI ketika mengikuti Ujian Nasional. Salah satunya terjadi di SMA 78. Salah satu sekolah yang berstatus RSBI ini mencatat 9 orang siswanya gagal lulus Ujian Nasional.
Dari informasi yang didapat, sembilan orang siswa tersebut hanya berhasil meraih nilai 4 (empat
), dan itu di bawah standar angka minimum yang telah ditetapkan yaitu 5,5. Meskipun akhirnya mereka diluluskan, itupun setelah nilai akhir mereka ditambahkan dengan nilai sekolah.
"Karena sudah ditambah dengan nilai sekolah, nilainya dapat diselamatkan. Akhirnya kesembilan siswa kami dapat lulus. Kelulusan 100 persen," demikian kata Kepala Sekolah SMAN 78 RSBI, Endang Hidayat, di Jakarta.



Selain di SMAN 78 Jakarta, ada pula sekolah RSBI lain yang juga mengalami hal serupa. Hal tersebut diakui oleh Agus Suradika, Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Menurut Agus, ada sejumlah siswa dari SMA RSBI, selain SMAN 78 yang nilai UN-nya tidak memenuhi syarat namun akhirnya mereka dapat diluluskan setelah ditambahkan dengan nilai sekolah.

Selain bukti-bukti contoh kegagalan RSBI yang telah disebutkan di atas, pernyataan salah konsep menurut Satria Dharma tadi juga didukung oleh hasil riset Hywel Coleman dari University of Leeds UK yang menyimpulkan bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam proses belajar-mengajar memang benar telah merusak kompetensi berbahasa Indonesia para siswa.

Masih terkait dengan konteks yang sama, kita pun dapat menemukan pembenaran atas pernyataan Satria Dharma tadi dengan cara melakukan studi comparative terhadap negara lain, misalnya Jepang, China atau Korea. Di negara-negara tersebut mereka lebih menekankan keutamaan penggunaan bahasa nasional di dalam penyampaian pendidikan ketimbang menggunakan bahasa asing, dan memang terbukti negara-negara tersebut berhasil melahirkan siswa-siswa dengan kualitas dunia.


Tadi dalam konteks bahasa pengantarnya, hal lain yang juga dianggap tidak tepat di dalam pengaplikasian konsep RSBI adalah dalam hal penggunaan piranti media seperti Laptop atau LCD. Dengan lebih mengedepankan perangkat-perangkat tersebut justru menimbulkan kesan bahwa label sekolah kelas dunia hanya sebatas pada seberapa canggih alat-alat yang dimiliki oleh sekolah tersebut dan bukan pada prosesnya, padahal sejatinya yang namanya pendidikan itu harus lebih dititikberatkan pada proses daripada sekedar perangkat yang dimiliki. Hal ini didukung oleh pernyataan Retno Listyarti, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia. Menurut penilaiannya, kemewahan layanan serta fasilitas pendidikan harus ditebus dengan harga mahal di RSBI karena hal ini telah terbukti tidak menghasilkan dampak yang signifikan bagi meningkatnya kualitas siswa.

Hal lain yang juga dipermasalahkan di dalam konsep RSBI adalah program ini lebih menitikberatkan penekanannya hanya pada cakupan yang bersifat akademik saja dan mengesankan bahwa tujuan pendidikan semata hanya terfokus untuk melahirkan kecerdasan akademik pada diri siswa, padahal tujuan pendidikan yang sebenarnya tidak hanya sebatas itu, melainkan untuk mendidik manusia sebagai satu bagian yang utuh, meliputi segala potensi yang ada, baik secara akademik maupun yang bersifat non-akademik.

Di pihak lain, argumen yang mengatakan bahwa program RSBI adalah program yang gagal juga mendapat bantahan. Dikatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang salah dengan konsep penggunaan bahasa asing di dalam penyampaian pendidikan. Dalam hal ini pemerintahlah yang justru seharusnya lebih dulu memahami bahwa untuk mensukseskan konsep penggunaan bahasa asing di dalam penyampaian pendidikan tidak cukup hanya dengan sebatas mengandalkan kemampuan berbahasa Inggris para guru saja namun juga dibutuhkan adanya pemahaman tentang konsep pembelajaran bilingual, dan ada baiknya diadakan semacam pelatihan untuk para guru tentang wawasan keilmuan secara internasional.


Namun apapun pendapat pro dan kontra tentang penerapan status RSBI ini, pada hari selasa tanggal 8 Januari 2013, Mahkamah Konstitusi telah resmi menyampaikan putusan pembatalan terhadap Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang dulu diterbitkan untuk dijadikan dasar dan payung hukum bagi pelaksanaan program RSBI. Itu artinya, bersamaan dengan keluarnya putusan pembatalan tersebut, RSBI pun secara resmi telah dihapus dari Sistem Pendidikan Indonesia.