Minggu

JENIS PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BUTUH GURU LES PRIVAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS?



Dalam upaya memenuhi kebutuhan pendidikan bagi klasifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menempuh beberapa pola yang dalam pengaplikasiannya disesuaikan dengan segmentasi tingkat kebutuhannya.
Sampai saat ini terdapat tiga pola atau sistem yang ketentuannya diberlakukan berdasarkan tingkatan-tingkatan kebutuhan sebagaimana disebutkan tadi, yaitu:

1.        Sistem Pendidikan Segregasi
2.       Sistem Pendidikan Integrasi
3.       Sistem pendidikan Inklusi

Sistem Pendidikan Segregasi, adalah sistem pendidikan dimana dalam penyelenggaraannya dilakukan pemisahan antara anak-anak berkebutuhan khusus (difabel) dengan pendidikan untuk anak normal (non-difabel).

Tujuan dari penerapan pola seperti ini adalah untuk menghilangkan perasaan berbeda atau merasa dibeda-bedakan pada diri anak-anak berkebutuhan khusus dibanding perlakuan yang diterima oleh anak-anak normal. Dengan terciptanya kondisi demikian (*pemisahan) bertujuan demi menghilangkan rasa minder yang dikhawatirkan akan berdampak mengganggu/menghambat proses pembelajaran pada diri anak-anak berkebutuhan khusus.

Namun demikian kebijakan pemisahan ini juga tetap harus menyadari akan adanya effect negative yang secara otomatis akan terbentuk dengan sendirinya, karena biar bagaimanapun, pemisahan ini juga sama artinya dengan menciptakan garis batas di dalam pola berinteraksi, antara anak-anak berkebutuhan khusus terhadap lingkungan masyarakat di sekitarnya,

Selain konteks pembatasan pola interaksi, pola segregasi juga membutuhkan biaya pendidikan yang sudah pasti akan relative lebih mahal ketimbang biaya yang dibutuhkan pada sekolah normal pada umumnya karena mengingat “kekhususannya” tadi. Dengan latar belakang kemampuan finansial yang berbeda-beda dari tiap-tiap orang tua anak berkebutuhan khusus, maka sistem pendidikan semacam ini akan dapat diasumsikan sebagai program atau kebijakan pemerintah yang tidak memberikan kesempatan sama pada setiap anak-anak berkebutuhan khusus. Oleh sebab itu, disini dibutuhkan perhatian khusus dari pemerintah sehingga bentuk kepeduliannya terhadap pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus juga dapat dinikmati secara merata oleh semua anak yang tersegmentasi, terlepas dari apapun latar belakang kemampuan finansial keluarga atau orang tua anak tersebut.

Sistem Pendidikan Integrasi, adalah suatu pola pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang di dalam pengaplikasiannya dilakukan dengan cara menggabungkan anak berkebutuhan khusus ke dalam sekolah umum (sekolah untuk anak normal). Adapun tujuan dengan diterapkannya penggabungan ini adalah sebagai upaya untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat ikut merasakan dan menjadi bagian di dalam lingkungan proses pendidikan normal tanpa harus merasa dibeda-bedakan hanya karena alasan kekurangan yang dimilikinya. Dengan terciptanya kondisi tersebut juga diharapkan akan dapat menambah rasa percaya diri dan menanamkan harga diri pada anak berkebutuhan khusus yang pada akhirnya nanti juga akan memberikan dampak positif secara psikologis, antara lain misalnya; memacu motivasi untuk berprestasi dan menumbuhkembangkan semangat dalam mengembangkan bakat dan potensi dirinya secara lebih maksimal lagi demi keinginan agar keberadaannya semakin diterima atau diakui di dalam lingkungan sosial.

Pendidikan Inklusi, merupakan pola pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang merupakan hasil koordinasi dengan sekolah reguler, dimana di dalam penerapannya proses pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus diintegrasikan ke dalam pola pendidikan anak normal (reguler). Dengan demikian pola pengajarannya akan tercakup di dalam program atau kurikulum yang sama seperti yang diberlakukan di dalam sekolah reguler.

Langkah pendekatan ini dilakukan dengan menghapus “eklusifitas” yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus sebagaimana yang ia terima jika bersekolah di SLB. Dengan demikian pola pendidikan Inklusi ini akan menempatkan posisi anak berkebutuhan khusus dalam posisi yang sama/sederajat sebagaimana anak-anak normal, lalu secara bersama-sama pula akan dididik sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Sebagai realisasi dari pencanangan pendidikan inklusi ini, pada tanggal 11 Agustus 2004, pemerintah mendeklarasikan dimulainya penyelenggaraan pola pendidikan Inklusi di Bandung.

Sebagaimana rumusan konsep yang telah ditetapkan, maka untuk kurikulumnya, pendidikan inklusi akan menggunakan kurikulum sebagaimana kurikulum sekolah reguler, namun begitu, tetap dilakukan upaya-upaya modifikasi tertentu yang disesuaikan dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik dan tingkat kecerdasannya.

Adapun bentuk modifikasi kurikulum demi penyesuaian terhadap anak berkebutuhan khusus antara lain meliputi: Alokasi waktu, materi kurikulum, proses belajar-mengajar, sarana-prasarana, lingkungan belajar dan pengelolaan kelas.