Seperti kita ketahui, Homeschooling adalah
salah satu metode pendidikan dimana proses pelaksanaannya dilakukan di rumah
ataupun untuk satu kondisi-kondisi tertentu dilakukan di tempat lain yang
disepakati antara tenaga pengajar dan siswa belajar selain di rumah. Namun
tetap pada kondisi berbeda dengan pola belajar sebagaimana yang diberlakukan di
sekolah reguler, misalnya dalam hal fkleksibilitas waktu pelaksanaan belajar-mengajar.
Dengan semacam “eklusivitas” yang lebih jika dibandingkan dengan metode belajar pada umumnya sudah barang tentu hal ini menuntut pula konsekwensi yang lebih besar dibanding jika mengikuti sistem pendidikan di sekolah reguler, dalam hal biaya misalnya. Bagi kalangan tertentu yang juga dihadapkan pada kondisi-kondisi tertentu sehingga tidak dapat memungkinkannya untuk mengikuti sistem persekolahan regular namun tidak bermasalah dalam hal financial mungkin ini bukanlah suatu hal yang memberatkan. Bahkan Homeschooling bisa dipandang sebagai alternative terbaik.
Namun lebih daripada itu, topik
pembahasan Homeschooling ternyata tidak hanya terbatas pada masalah beban biaya
yang lebih besar, namun juga menyangkut banyaknya mitos-mitos tertentu yang
secara kacamata awam mungkin itu adalah sebagai sesuatu yang lebih merugikan dibanding
jika mengikuti pendidikan regular di sekolah-sekolah pada umumnya.
Adapun
mitos-mitos yang kerap disematkan kepada metode pendidikan Homeschooling di
antaranya adalah:
1.
Homeschooling Membatasi Sosialisasi Dan
Menjadikan Siswa Kurang Pergaulan
2.
Masa Depan Pendidikan Siswa Homeschooling Tidak Jelas
3.
Homeschooling Minim Kegiatan Ekstrakurikuler
Dan
diuraian berikut saya akan memberikan sedikit pemahaman terkait dengan apa yang
sebenarnya terjadi untuk menjawab mitos-mitos tersebut di atas.
1.
Homeschooling Membatasi Sosialisasi Dan Menjadikan Siswa Kurang Pergaulan
Sebagai
informasi, kegiatan Homeschooling meskipun jika diartikan secara terminology
berasal dari kata Home dan Schooling yang artinya Rumah dan Sekolah atau
Sekolah Rumah, namun pada kenyataannya kegiatan Homeschooling justru kerap
dilakukan tidak hanya di dalam rumah, dalam artian hal tersebut di-konteks-kan sebagai
bagian dari studi lapangan terkait materi ataupun tema pelajaran yang sedang
dipelajari. Sebagai contoh misalnya, ketika siswa sedang belajar tentang
sejarah, maka guru dapat mengajak siswa Homeschooling-nya untuk langsung mengunjungi
museum sejarah ataupun lokasi-lokasi lainnya yang berkaitan dengan sejarah.
Sementara
untuk urusan pergaulan atau sosialisasi, guru dapat mengatur cara untuk
menggabungkan siswa homeschoolingnya dengan siswa-siswa Homeschooling lainnya
untuk bersama-sama melakukan studi lapangan dan/atau mungkin melakukan rekreasi
bersama namun tetap dalam konteks belajar atau studi tour.
Memang
agak merepotkan dan tentu membutuhkan biaya tambahan namun dari banyak hasil penelitian berkaitan dengan
kemampuan bersosialisasi para siswa peserta Homeschooling telah menunjukkan
bahwa mereka pun terbukti memiliki kemampuan bersosialisasi dengan baik dan
bahkan kerap lebih baik jika dibandingkan dengan anak-anak seusia mereka di
sekolah formal, termasuk berkaitan dalam hal perilaku mereka di banding siswa
dari sekolah formal.
2. Masa Depan Pendidikan Siswa Homeschooling Tidak Jelas
Untuk
saat ini sejalan dengan gerakan memajukan Indonesia dalam pendidikan,
pemerintah pun semakin menunjukkan dukungannya terhadap berbagai bentuk kegiatan
pendidikan. Tidak hanya terbatas pada sekolah-sekolah formal saja, melainkan
juga terhadap sekolah-sekolah alternative, sebagai contoh misalnya sekolah alam
dan homeschooling.
Terkait
dengan masa depan pendidikan Homeschooling, pemerintah pun telah membukakan
pintu bagi para siswanya untuk dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi, yaitu dengan cara mengikuti terlebih dulu ujian persamaan Paket C.
Bahkan
tidak hanya sebatas untuk masuk perguruan tinggi saja, sebab siswa
homeschooling yang menginginkan melanjutkan pendidikan di sekolah formal
sebelum masuk perguruan tinggi pun diperbolehkan untuk masuk ke sekolah
menengah formal di tingkat mana pun mereka mau. Baik itu SMP, SMA, MA, atau
SMK. Model ini dinamakan multiple entries and multiple exits. Tentu ada
prosedur-prosedur yang harus dilewati.
1.
Homeschooling Minim Kegiatan Ekstrakurikuler
Metode pendidikan di dalam Homeschooling memiliki
konsentrasi yang tinggi di dalam penyampaian pelajarannya. Artinya, efisiensi
waktu dapat diatur sedemikian rupa hingga siswa dapat terfokus pada mata
pelajaran yang sedang diberikan, dibawah pengawasan satu orang guru yang juga
fokus dalam menyampaikan materi pembelajaran. Lain halnya dengan apa yang
terjadi di dalam proses belajar mengajar di sekolah-sekolah regular, dimana
untuk satu kelas umumnya terdiri antara 40-50 siswa dengan satu guru pengajar.
Jadi bisa dibayangkan sendiri seperti apa perbandingannya.
Di luar jam belajar maka siswa Homeschooling akan memiliki sisa waktu yang cukup banyak untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain semacam ekstrakurikuler seperti yang diadakan di sekolah-sekolah formal. Mereka dapat mengikuti les musik, olahraga beladiri, basket atau kegiatan apapun yang mereka sukai.
Di
atas merupakan tiga mitos di antara banyaknya mitos-mitos lain yang beredar di
tengah-tengah masyarakat ataupun mungkin tertanam di benak kita bersumber dari
opini-opini yang beredar. Namun sebenarnya hanya diperlukan sedikit tambahan pemahaman
tentang bagaimana kondisi yang sebenarnya terkait tentang Homeschooling itu
agar kita juga mengetahui bahwa mitos-mitos tersebut tidak sepenuhnya benar.
Namun
demikian, terlepas dari masalah mitos atau apapun yang terkait di dalamnya,
baik itu kekurangan ataupun kelebihannya, Homeschooling tetap diposisikan
sebagai salah satu alternatif pendidikan yang tetap pada tujuannya demi untuk
memajukan pendidikan bangsa. Pilihan
tetap kembali kepada kita untuk memutuskan mana yang terbaik sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan masing-masing.